Banyak hal yang kita
jumpai setiap harinya yang mengandung
warna sebagai hiasan pelengkap jalan yang dilalui. Tak sedikit pula kita
dipertemukan oleh berbagai situasi yang memaksakan kita melebur didalamnya dan
berusaha memahami setiap situasi yang ada. Pretensi adalah salah satu dari
sekian banyak hal yang kita jumpai dan lakukan. Pretensi adalah perbuatan berpura-pura
(KBBI, dimana segala bentuk yang sebenarnya di
kehendaki diubah menjadi pretensi. Keengganan terekspose keinginan adalah salah
satu faktor seseorang berpura-pura, dengan berbagai alasan tersarang dalam hati
dan pikiran. Sikap dan prilaku pretensi adalah seni berekspresi suatu keadaan,
namun kita tidak menyadari bahwa hal tersebut dapat dinilai sebagai bagian dari
hipokrit/kemunafikan. Pura-pura adalah ruang kita menipu diri, semakin jinak
kepura-puraan tersebut menaungi, semakin kita membebani diri, namun terkadang membela
diri. Ketika pretensi di jadikan konspirasi, kondisi riil diabaikan; keengganan
menebar kenyataan adalah awal kita menyusun pola dan konsep pretensi. Pretensi
seakan makanan empuk ketika terjepit dalam kesempitan. Membungkus kehendak
dalam kepura-puraan merupakan sebuah tindakan yang memungkinkan kita menjadi
manusia penuh warna, dimana didalamnya
tercipta modus terlihat tulus. Tindakkan modus terlihat tulus mewarnai sikap
dan prilaku dalam ruang gerak kehidupan
manusia, warna seperti ini banyak kita jumpai sehari-hari, seakan hal tersebut
dijadikan prioritas dalam membenari diri serta dijadikan sebagai barometer
pengambilan keputusan. Pura-pura seakan sarang berdiamnya beribu alasan riil,
mengesampingan transparansi dalam bertindak jika akan demikian terus terjadi,
maka kita tidak akan menemukan jati diri yang sesungguhnya, dan akan hidup
berdampingan dengan segala tipu daya dan membiarkan suara hati tersembunyi
dibalik kerasnya pretensi.
No comments:
Post a Comment